Iklan

Kunci Membersihkan Hati (Tazkiyatun Nafs)

Posted by Syafiq on Senin, 18 Mei 2009

Kunci sukses dalam konsep manajemen qolbu adalah bagaimana seorang insan secara konsisten dapat terus melakukan tazkiyatun nafs (pembersihan hati) di sepanjang kehidupan. Seorang insan harus ingat bahwa faktor kunci keberhasilan agar dia bisa bertemu dengan Allah SWT adalah kebersihan hati atau tazkiyatun nafs. Jadi, puncak kesuksesan bermuara pada kebersihan hati. Lalu, wahana pembersih hati adalah tekad (niat) yang kuat.
"Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung bagaimana niat, dan setiap orang akan memperoleh apa yang diniatkannya. Barangsiapa yang hijrahnya ditujukan kepada Allah dan Rasul-Nya, berarti hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya...." (HR Bukhari-Muslim).Ya, seorang insan tidak bisa meremehkan tekad atau kemauan karena ini ibarat generator yang menggerakkan aktivitas positif seorang insan. Sebuah lampu mampu untuk menyala terus-menerus jika ada listrik yang mengalir. Listrik akan mengalir hanya jika generator dihidupkan. Jadi, kalau diumpamakan bahwa seorang insan bisa saja punya kemampuan. Namun, kemampuan itu tidak akan berfungsi manakala tidak ada yang menggerakkannya.
Jadi, pada dasarnya seorang insan sebenarnya mampu untuk shalat tahajud dan puasa senin-kamis. Namun, terkadang seorang insan tidak punya tekad untuk melaksanakannya, seorang insan tidak punya penggerak untuk itu. Seorang insan sebenarnya mampu untuk mengubah diri kepada yang lebih baik, tetapi seorang insan tidak punya tekad untuk itu. Setelah tekad, kunci kedua adalah "ilmu" memahami diri. Memahami dan mengenali diri ada ilmunya. Sebagai ilustrasi, jika saya harus menghadiri acara di Yogya, saya harus tahu berapa lama dan berapa panjang jarak menuju Yogya itu. Dengan pengetahuan saya terhadap seluk beluk Yogya, saya akan bisa mengelola diri secara efektif. Demikian pula halnya untuk membersihkan hati dan memahami diri seorang insan, akan berlangsung efektif jika seorang insan benar-benar mengenal benar diri seorang insan sampai yang sekecil-kecilnya.
Dengan demikian, seseorang bisa membersihkan hati apabila dia terus-menerus memperbaiki keadaan dirinya yang dirasakan memiliki banyak kekurangan. Ilmu memahami diri ini berbanding lurus dengan tekad. Semakin keras upaya-upaya yang dilakukan seseorang untuk menelusuri siapa dirinya, tentulah tekad untuk memperbaiki diri semakin besar pula. Lalu, semakin besar tekad tersebut maka semakin besar pula kadar ilmu pemahaman diri yang dimiliki.
Ada sebuah fenomena bahwa kini banyak orang yang lebih suka menyibukkan diri untuk memahami sesuatu di luar dirinya. Mereka kurang berkonsentrasi untuk memahami dirinya sendiri. Seberapa banyak sebenarnya seorang insan menuntut ilmu misalnya menghadiri pengajian, mendengarkan radio, melihat acara-acara di televisi, dan bersekolah menuntut ilmu yang tinggi, yang kemudian berdampak pada penguatan tekad seorang insan untuk memahami diri seorang insan? Apakah seorang insan benar-benar, setiap hari, bersedia memahami dirinya? Inilah pentingnya ilmu mengenali diri. Dari sinilah kemudian lahir apa yang menjadi tahapan ketiga upaya membersihkan hati.
Kunci ketiga adalah rajin mengevaluasi diri. Dalam konsep manajemen waktu ada istilah pemetaan dan pembagian waktu. Jika seorang insan hidup dalam 24 jam sehari, tentu seorang insan bisa memetakan waktu tiap jam, tiap menit, bahkan tiap detiknya. Nah, dari pemetaan tersebut, apakah selama ini seorang insan sudah menyediakan waktu untuk mengevaluasi diri?
Sesungguhnya Allah telah mengingatkan manusia betapa pentingnya waktu. Manusia yang profesional adalah manusia yang mampu mengelola waktunya secara efektif. Manusia yang bernilai adalah manusia yang mampu menyediakan waktunya untuk mengevaluasi diri dan saling menasihati dalam hal kebenaran dan kesabaran. "Demi waktu, sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat-menasihati supaya menaati kebenaran dan menetapi kesabaran." (QS al-Ashr [103]: 1-3)
Sehari-hari seorang insan menghadapi berbagai sifat dan watak orang, termasuk merasakan watak diri seorang insan sendiri. Jika orang lain membentak ataupun menegur seorang insan yang sombong, otak seorang insan akan merespons apa itu sombong dan apa yang menyebabkan saya sombong. Lalu, hati seorang insan pun diajak berdialog: "Benarkah saya sombong?" Proses itu terjadi karena seorang insan sudah mengenal kriteria (ilmu) kesombongan. Dengan kriteria itulah seorang insan mengetahui hakikat sombong dan akibatnya. Dari situ seorang insan lalu berpikir: "Wah, benar saya ini sombong" atau "Ah, rasanya saya biasa saja, tidak sombong." Proses berpikir ini biasa disebut tafakur. Jika seorang insan sombong, apakah bisa seorang insan menahan kesombongan itu? Jika seorang insan merasa tidak sombong, benarkah apa yang seorang insan lakukan bukan merupakan kesombongan?
Nah, lebih jelasnya bisa saya contohkan seperti ini. Dahulu saya tidak tahu mengapa di wajah saya tumbuh jerawat. Lantaran saya tidak mengerti ilmu perjerawatan ini, saya pun suka mengorek-ngorek jerawat. Akhirnya, jerawat malah timbul banyak. Dan kadang-kadang karena ketidaktahuan saya tentangnya, muncullah infeksi di wajah saya. Namun, setelah saya tahu ilmu perjerawatan, akhirnya saya malah dapat membersihkan jerawat saya. Misalnya saja, jerawat itu akan muncul apabila wajah saya kotor, dan sebagainya. Saya lalu mampu mengendalikan wajah saya dan akhirnya wajah saya bersih dari jerawat.
Kunci keempat adalah upaya membuka diri terhadap kritik yang datang dari luar diri seorang insan. Di sinilah seseorang bisa mempraktikkan kebesaran hati yang dimilikinya. Ia akan dengan lapang dada menerima ketidaksenangan dan keraguan orang lain terhadap dirinya.Bukankah seorang insan sangat diuntungkan dengan adanya pribadi-pribadi yang secara ikhlas mengontrol sikap seorang insan? Mengapa seorang insan harus khawatir dan takut dikritik? Bukankah kritik pedas yang ditujukan kepada seorang insan sama halnya dengan rezeki yang tidak disangka-sangka? Mengapa rezeki? Karena seorang insan sudah dibantu oleh orang-orang di seseorang insanr seorang insan (mungkin termasuk orang-orang yang membenci seorang insan) untuk senantiasa memberikan masukan kepada seorang insan dan masukan itu sangat berharga bagi ikhtiar perbaikan diri.
Terakhir, kunci kelima yaitu becermin pada perilaku orang lain. seorang insan tidak akan mungkin membersihkan kotoran ataupun kumis dan janggut di wajah jika tidak menggunakan cermin. Cermin memberikan kesempatan bagi seorang insan untuk melihat secara jelas apa yang sebelumnya tidak terlihat. Dalam kehidupan dan perilaku sehari-hari, cermin adalah orang-orang di seseorang insanr seorang insan, baik yang seorang insan kenal akrab maupun yang belum seorang insan kenal. Allah menciptakan berbagai orang dengan berbagai sifat sebagai cermin bagi seorang insan. Subhanallah!
Sifat orang akan bermanfaat sebagai cermin jika seorang insan mengenakan ukuran-ukuran sifat itu kepada diri seorang insan sendiri. Misalnya, jika seorang insan melihat seseorang menunjukkan kesombongannya, lantas diri seorang insan hanya bisa berkata, "Ah, sombong betul orang itu," atau kemudian apakah keadaan sombong itu seorang insan kembalikan kepada diri seorang insan? Tentulah tidak ada gunanya apabila seorang insan hanya mengatakan bahwa, "Orang itu sombong". Yang akan bermanfaat bagi seorang insan adalah jika kesombongan yang terjadi di dalam diri orang lain itu seorang insan kendalikan agar seorang insan tidak menjadi sombong.
Sebenarnyalah perilaku orang-orang di seseorang insanr seorang insan bisa menjadi percepatan pembelajaran bagi seorang insan untuk membersihkan hati. seorang insan menjadikan hidup ini lebih efektif dengan mempelajari perilaku orang-orang di seseorang insanr seorang insan untuk memperbaiki diri, bahkan hal ini lebih efektif daripada sekadar membaca buku tentang pengembangan diri yang lebih banyak dimuati teori. Misalnya, ada orang yang kata-katanya gampang menyakiti orang lain. Hidup seorang insan akan menjadi efektif jika seorang insan tidak memberikan komentar atas orang itu dan seorang insan berupaya saja terhindar agar tidak menjadi orang seperti itu. Wallahua'lam.

Previous
« Prev Post
Oldest
You are reading the latest post

Related Posts

08.30

0 komentar: